Menabung VS Investasi
JAKARTA, KLIKINFOKOTA.CO.ID – 4 Februari 2022 – Memasuki bulan Februari, sebagian masyarakat Tanah Air dan dunia baru saja merayakan Tahun Baru Imlek yang dilambangkan dengan Macan Air. Momentum awal tahun ini bisa dijadikan awal untuk memulai berinvestasi. Lantas, mengapa kita harus berinvestasi?
Berinvestasi adalah cara untuk menjaga nilai uang atau untuk mempertahankan nilai aset dari inflasi. Biasanya orang yang memiliki penghasilan (income), langkah selanjutnya yang ia lakukan setelah memenuhi kebutuhan hidupnya adalah menyisihkan dana yang dimiliki dengan menyimpan uang di bank (menabung). Namun, ternyata tabungan lebih berfungsi sebagai tempat menyimpan uang, bukan mempertahankan nilai uang.
Seiring berjalannya waktu, nilai uang akan tergerus oleh inflasi, yaitu kenaikan harga-harga barang dan jasa. Contoh, jika saat ini uang senilai Rp200 juta bisa untuk membeli satu unit kendaraan baru, dalam periode lima tahun ke depan, belum tentu uang senilai yang sama bisa untuk membeli satu unit kendaraan dengan spesifikasi dan bahkan harga yang sama. Begitupun dengan biaya sekolah misalnya, jika saat ini membayar uang pangkal masuk universitas membutuhkan biaya Rp50 juta, dalam lima tahun lagi diperkirakan akan naik tiga kali lipat karena rata-rata uang pangkal pendidikan naik sekitar 10-15% per tahun.
Jika kita hanya menaruh uang di bank dalam bentuk tabungan, bisa saja rencana masa depan yang sudah dipersiapkan tidak sesuai rencana. Salah satu cara untuk mengikuti inflasi dengan mengalokasikan dana ke dalam produk investasi. Jika menabung di bank, nasabah mendapatkan imbalan dalam bentuk bunga yang besarnya hanya 2-3%. Sementara produk investasi portofolio di pasar modal umumnya bisa memberikan imbal hasil di atasnya, sesuai jenis produk investasi.
Investasi saham misalnya, memberikan potensi imbal hasil di atas bunga deposito. Return saham bisa dilihat dari pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG). Selama rentang 10 tahun terakhir, pertumbuhan IHSG tertinggi terjadi pada tahun 2014 sebesar 22,3% (return saham berdasarkan kenaikan indeks saham tertinggi dalam rentang waktu 2011-2021). Namun, harus diingat, semakin tinggi return investasi, semakin besar pula risiko investasi. Sesuai pepatah dalam dunia investasi, “High risk high return, low risk low return”.
Berinvestasi di pasar modal menjadi salah satu alternatif bagi investor untuk mendapatkan imbal hasil yang sesuai dengan tujuan investasinya. Ada beberapa pilihan investasi, yaitu saham, obligasi korporasi, surat utang negara, produk derivatif saham dan obligasi, reksa dana, ETF, dan produk investasi lainnya yang terus berkembang.
Masing-masing instrumen investasi memiliki potensi return yang berbeda-beda. Saham memiliki potensi imbal hasil yang paling tinggi, berikutnya surat utang negara, dan produk derivatif. Alternatif lainnya, berinvestasi reksa dana. Membeli reksa dana relatif lebih mudah, karena dana investasi dikelola oleh manajer investasi yang memang fokus dan bertugas mengelola dana investasi.
Sebelum memulai berinvestasi di pasar modal, calon investor harus membuka rekening efek terlebih dahulu di perusahaan sekuritas. Prinsipnya sama seperti membuka rekening di bank. Ada banyak perusahaan sekuritas yang bisa dipilih oleh calon investor. Daftar perusahaan efek bisa dilihat di website Bursa Efek Indonesia (BEI) atau website Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sementara untuk membeli reksa dana, investor bisa menghubungi manajer investasi (MI) atau bisa membeli reksa dana melalui bank yang menjadi agen penjual reksa dana (APERD).
Setelah membuka rekening efek di Perusahaan Sekuritas atau Perusahaan Efek, investor bisa mulai berinvestasi menggunakan sistem perdagangan perusahaan efek, baik secara online trading maupun dibantu dealer perusahaan efek. Transaksi saham dilakukan secara elektronik dengan penyelesaian transaksi T+2 atau saham yang dibeli dan uang yang diterima oleh penjual dan pembeli diselesaikan dalam dua hari kerja.
Transaksi penjualan dan pembelian bisa dilakukan setiap waktu di jam perdagangan BEI. Investor juga perlu mempelajari lebih dahulu produk investasi yang ingin dibeli untuk masuk ke dalam portofolio investasi investor. Lakukan analisis terhadap saham-saham yang dipilih, baik analisis berdasarkan kinerja fundamental, maupun analisis teknikal. Semakin banyak produk investasi yang dimiliki, semakin rendah risiko investasi. Sesuai strategi diversifikasi dalam investasi, “Don’t put your eggs in one basket”. **(TIM BEI)