
KEPRI, KLIKINFOKOTA.CO.ID – Praktik monopoli vertikal yang rentan terjadi di lingkungan pemerintah daerah dalam pelaksanaan kegiatan belanja barang/jasa sudah selayaknya menjadi perhatian serius oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan penggunaan anggaran di audit sesuai dengan kepatuhan terhadap peraturan dan perundangan yang berlaku demi mewujudkan pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan fungsi dan tujuannya.
Praktik monopoli dalam pengelolaan anggaran pemerintah dirasakan berdampak negatif bagi seluruh unsur masyarakat dan juga bersifat melawan amanat Presiden RI, Joko Widodo yang melalui Perpresnya tentang pengadaan barang/jasa, telah membuat aturan lebih mempermudah seluruh unsur masyarakat untuk ikut serta dalam kegiatan pemerintah untuk meningkatkan ekonomi masyarakat.
Namun, tujuan negara diduga belum tentu menjadi tujuan pemerintah daerah, termasuk Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau.
Pasalnya, sejak tahun 2019 Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau melalui Biro Humas Protokol dan Penghubung (BHPP) Sekretariat Daerah (Setda) Prov. Kepri telah melaksanakan kegiatan yang sarat dengan praktik Monopoli, yaitu mengalokasikan anggaran kegiatan belanja jasa publikasi untuk pelaku usaha tertentu, yakni organisasi Dewan Pers.
Sampai saat dilantiknya Ansar Ahmad sebagai Gubernur Kepri saat ini, pengelolaan anggaran jasa iklan/reklame/publikasi di Biro Humas Kepri masih menghalangi perusahaan lain yang berpengalaman untuk bersaing secara harga dan teknis pekerjaan.
Pemberlakuan pembatasan persaingan di Biro Humas dengan syarat tertentu mendapat sorotan dari Sekretaris DPD SPRI Kepri Ridwan Lingga.
Ridwan dengan tegas mengatakan bahwa pemberlakuan syarat yang mengada-ada ini dapat dikatakan sebagai bentuk praktik monopoli dan melawan ketentuan Presiden yang layak untuk diperiksa oleh KPPU dan BPK sesuai aturan perundang-undangan.
Pengelolaan anggaran belanja jasa iklan/publikasi di Biro Humas juga mendapat kritikan oleh para pelaku usaha kecil di bidang media. Beberapa pemilik media menilai bahwa Gubernur Kepri tidak secara serius mendukung tumbuhnya ekonomi kecil di Kepri dengan melantik pejabat profesional serta memberantas praktik-praktik monopoli yang membunuh usaha kecil dan menyebabkan mahalnya harga.
“Kita mengenal manajemen kerja pak Ansar sejak menjabat sebagai Bupati Bintan. Namun saat ini kita menyayangkan bahwa pergantian pejabat di Biro Humas tidak memberikan gebrakan yang positif terkait pengelolaan anggaran publikasi yang dikendalikan oleh dan untuk pihak tertentu,” kata Ucok salah satu rekan media, Minggu (28/11).
Pengelolaan anggaran jasa publikasi yang bersifat menghalangi perusahaan lain ikut bersaing disinyalir sebagai bagian upaya memuluskan “permainan” anggaran yang dikendalikan oleh oknum-oknum tertentu.
Anggaran belanja jasa iklan/reklame/publikasi di Biro Humas Kepri dikabarkan disetir oleh oknum-oknum dewan bermodus pokok pikiran (pokir) kotor, aspirasi maupun jatah penempatan anggaran. Pelaksanaannya juga melibatkan oknum ASN di Biro Humas.
Berdasarkan informasi yang diterima media ini, sebagian perusahaan media terdaftar di DP yang melobi langsung ke pejabat humas, rata-rata hanya mendapatkan anggaran kerja penyediaan jasa iklan/publikasi sebesar Rp5 juta hingga Rp30 juta selama setahun
Meski banyak pemilik media mengetahui tentang adanya oknum yang mengendalikan anggaran jasa iklan di Biro Humas, namun masing-masing memilih bungkam dengan alasan privasi.
Salah seorang pendiri media online yang enggan namanya dimuat mengaku dirinya tahu jelas terkait pengaturan anggaran publikasi.
“Ya itu betul,” katanya.
“Saya tahu itu (Oknum pengendali anggaran-red). Tapi itukan pokir Dewan,” kata pemilik media yang sudah berdiri sejak tahun 2011 ini.
Dirinya mengaku mendapatkan kerjasama tidak setiap tahun dan dengan nominal sekedarnya.
“Tidak sampai lima puluhlah dalam setahun (nilai kerjasama-red). Tapi kalau mau tahu yang dapat alokasi dewan atau dengan orang dalam, itu nilainya fantastis dan saya pernah lihat list-nya. Kan tak pakai lelang, jadi suka-suka yang kendalikan,” kata pria berusia setengah abad lebih ini.
Ternyata, anggaran berkedok aspirasi atau pokok pikiran dewan, sudah menjadi rahasia umum. Bahkan beberapa rekan media mendapatkan arahan melobi oknum-oknum Dewan agar mendapatkan anggaran publikasi dan masuk ke sistem keuangan atau SIPD.
Pengalokasian anggaran ini juga diketahui para pejabat di Humas Kepri. Anggaran tersebut dilaksanakan oleh pejabat humas atas arahan oknum – oknum dewan untuk perusahaan yang ditunjuk dengan nilai ratusan juta hingga miliaran rupiah setiap tahun.
Kepala Biro Humas Kepri, Hasan dalam sebuah perbincangan saat wartawan media ini bersama pengurus Cindai Kepri sedang berada di ruang tunggu kantor Gubernur Kepri, lantai 3 untuk menjumpai Gubernur.

“Saya bilang dengan ****(oknum dewan kuning-red), Bapak kalau letak anggaran jangan bapak juga tunjuk perusahaannya, biarlah saya yang atur,” cerita Hasan.
Dirinya (sebagai Plt.Kabiro Humas-red) mengaku tidak bisa mengganggu anggaran milk para oknum dewan, dan mengaku saat itu anggaran kegiatan belanja jasa publikasi habis.
“Itukan dana alo (alokasi dewan-red), saya mana bisa ganggu,” kata Hasan saat disinggung mengenai besarnya nominal anggaran publikasi di humas.
Menyoroti “permainan” anggaran di Biro Humas, Ketua Cindai Kepri, Edi Susanto mengatakan akan mendalami dan membedah fantastisnya pengalokasian anggaran publikasi di Biro Humas Kepri yang kian bertambah setiap tahunnya meskipun APBD Kepri tidak ada kenaikan yang signifikan.
“Pemusatan anggaran di Biro Humas ini sangat rawan menjadi ladang korupsi, terlebih dalam pelaksanaannya tidak secara terbuka dan dikontrol oleh oknum-oknum pejabat,” kata Edi.
Menurut Edi, sejak saat dirinya mendengar pernyataan Kabiro Humas terkait oknum dewan yang “bermain” anggaran publikasi, Cindai langsung membentuk tim.
“Kalau data awal sudah kita susun, kita akan lakukan koordinasi melalui surat dengan pihak-pihak yang terkait mengawasi anggaran,” tegas Edi.
Sebagaimana diketahui, Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil pekerjaan.
Presiden RI Joko Widodo telah membuat Peraturan Presiden (Perpres) 16 Tahun 2018 dan perubahannya tahun 2021 tentang Pengadaan barang/jasa pemerintah, dengan mempertimbangkan bahwa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mempunyai peran penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional untuk peningkatan pelayanan publik dan pengembangan perekonomian nasional dan daerah.
Pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya (value for money) dan kontribusi dalam peningkatan penggunaan produk dalam negeri, peningkatan peran Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha Menengah serta pembangunan berkelanjutan.
Selanjutnya, Perpres juga mengatur tatacara Pemaketan dan larangan Pengadaan Barang/Jasa dalam Pasal 20,
Ayat (2) dalam melakukan pemaketan Pengadaan Barang/Jasa, dilarang:
a menyatukan atau memusatkan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa yang tersebar di beberapa lokasi/daerah yang menurut sifat pekerjaan dan tingkat efisiensinya seharusnya dilakukan di beberapa lokasi/daerah masing-masing.
b. menyatukan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa yang menurut sifat dan jenis pekerjaannya harus dipisahkan.
c. menyatukan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa yang besaran nilainya seharusnya dilakukan oleh usaha kecil.
d. memecah Pengadaan Barang/Jasa menjadi beberapa paket dengan maksud menghindari Tender/ Seleksi. (Moi/EM)
Photo : istimewa/redaksi